One Day

One day in your life,
You will find a man who can change your mind, the way you see things;
You will meet a man who encourages you to be a better person.

One day in your life,
You will find a man who can persuade you to marry him;
Someone who can easily make you happy.

This man should be a man of God,
A man full of responsibility,
who offers kindness and genuine love to people.

This man should be a man of God,
a family man who is faithful and belongs to his God,
a man who will pursue his dreams and also make yours to be his first priority.

This man should be a man of God,
an exceptionally educated, hard-working one who knows how to live a beautiful life and make your life become beautiful even more.

He should be a man of God, who aims at heaven and loves you in the name of God.

This man, undoubtedly, will sincerely love you and your family. He will do his best to show that you mean everything to him; a precious one.

One day in your life,
You will meet a man who means the world to you,
and you are proud to call him: husband.

Advertisement

Sabtu Malam di Batavia

Kota Batavia, 18 Maret 1935.

 

 

Sabtu malam ini, kita berjumpa pula.

Kau, akhirnya, ajak aku berkeliling kota.

 

Bersepeda, kamu dan aku

menyusuri kali besar Batavia,

mendaki jembatan intan itu.

 

Dan kumohon,

coba kau hentikan sejenak langkahmu, Kasih..

Coba kau rasakan sedikit hangat udara,

Sabtu malam di Batavia.

 

Pasar rakyat penuh gelak tawa,

kerlap cahaya yang jatuh pada pangkuan,

semua suka cita, pesta ria,

Sabtu malam di Batavia kota.

 

Kepadamu, kemana angin membisikkan anganku

akan mimpi-mimpi kita, dan

segala memoar masa muda,

Kepadamu, kemana melodi musikku mengalun mesra,

aku titipkan sedikit pengharapan.

 

Dan mungkin,

pada dimensi waktu yang tak sama,

belum pula merdeka ada,

kita tak sengaja berjumpa.

 

Dimensi waktu kita,

sampai kamu dan aku kembali bersama.

 

Jakarta, 17 Maret 2012.

Pendar

 

Entahlah,

aku ini bukan awan,

bukan juga benda berpendar di angkasa

 

Aku bukannya tak tampak,

bukan pula sengaja menyelinap

 

Aku mungkin saja sebuah tanda yang kau nanti,

atau sebuah mosaik kecil yang dibenci

 

Entahlah,

butuh berapa banyak bulan menunggu,

aku ingin menjadi pendar itu.

 

 

 

 

A February’s Silhouette

February came

on its warmest form,

Danced for a little while,

and stayed longer than usual to

gave me a happiness.

The most special and suave,

the one I’ve asked for.

O, then February comes

Another period of time, of ours

And sweetest is smile,

And grace is you.

And a year of my life

is heavenly blessed.

And what I adore the most

is this February’s silhouette,

who offers kindness.

And (again),

what I call pleasant souls,

And angel is you.

And thanks to February,

thanks to the showers,

of stintless stars,

of its never-ending love.

O, then

How could I define you, Love?

A charm that finds its once-in-a-lifetime prey (?)

or a vow to recall melodies of your lullaby.

Hey..

I love you, by the way.

February 27, for dearest years.

Bukankah (?)

Bukankah sedikit menyakitkan (?)
Jika sebelummu banyak ode
yang diciptanya

Jika sebelummu ada kasih
yang tulus dilukisnya
dalam kata

Bukankah bagimu menyakitkan (?)
Jika kamu mengagum
karya cintanya

..untuk orang ketiga

Bukankah sangat menyakitkan (?)
Tak ada lagi syairnya kini
Dia denganmu

..bukan inspirasinya

Ya….”

Imaji Dandelion

Hei..
Dapatkah dandelion membisikkan angannya pada sang akar dedalu?

Ah, tidak. Mungkin imaji itu terlalu berlebih.
Pengharapanmu lemah.

Angin akan membawanya jauh,
jauh sekali,
dari dedalu yang kokoh itu.

“Tapi.. Aku pun ingin kuat”,
bisiknya saat terburai,
lalu lenyap.

February 24, 2012

To Live With You

And now that we have found each other,

I want to live with you,

to spend the rest of my life beside you.

Lampu Merah Kedua

Mungkin bagimu,
Hanya sekedar angin lalu.

Namun aku,
Mencernanya begitu larut.

Karena bagiku,
Saat itu kata-katamu,
“Lampu merah kedua”
Dan untukku,
Hari itu Minggu,
Karena aku dan kamu,
Penuh khidmat,
Mungkin kita?

Ah, mungkin bagimu,
Lupa.

Karena kurasa,
Kita begitu merdeka,
di lampu merah kedua.
Sarinah, Kota Jakarta.

…Ya?

Sebuah Permintaan

Ini masih malam ataukah kabut subuh hari mulai datang,
menghilang perlahan kemudian ia tenggelam,
mengadu-adu dua cahaya bulan?

Katakan,
Ini benar gelap malam atau
hanya rintihan pedih luka,
yang menggaung mesra,
menggelitik penuh manja.

Tuhan,
Kerjaku ini belum lagi kelar,
masih penuh berbalut peluh,
yang kepada-Mu hanya aku mengadu.

Ini masih gelap ataukah itu cahaya mentari yang kulihat?
Ah, aku ingin amnesia saja.

Permintaanku.

Pesan

Dari Salemba,
dengan embun sisa rintik hujan sore tadi menggeliat manja di kaca jendela kamar,
yang lalu dijadikannya kabut sedikit seketika nafas saya hembuskan,
yang lalu dituliskannya tanda cinta di sana,

saya kirimkan pesan.

Saya terlalu lelah.

Previous Older Entries